Dahulu kala, hiduplah seorang yang kaya raya. Ia memiliki harta yang banyak. Namun, karena merasa sudah tua, ia membagikan harta warisan kepada anak-anaknya. Sebelum mendapat harta warisan, anak-anaknya berlomba-lomba untuk mencari perhatiannya dan berbuat baik padanya. Tapi, setelah ia membagikan harta warisan, semua anaknya tidak peduli lagi padanya dan malah mengacuhkannya. Ia merasa sangat sedih.
Suatu hari, ia bertemu dengan seorang teman. Ia bercerita mengenai kesedihannya. Temannya mempunyai ide. Temannya berpura-pura datang ke rumahnya untuk mengantarkan empat kantung berisi kerikil dan pasir.
Temannya itu mengatakan kepada anak-anak si orang kaya bahwa kantung itu berisi emas dan uang. Mengetahui bahwa ayah mereka memiliki emas dan uang yang banyak, mereka kembali mendekati dan memperhatikan ayahnya. Namun, sang Ayah mengatakan bahwa ia tidak akan membagi harta itu lagi sebelum ia meninggal.
Akhirnya, suatu hari sang Ayah meninggal. Dengan tidak sabar, anak-anaknya membuka keempat kantung harta. Alangkah terkejut dan kecewanya mereka saat melihat isi kantung itu ternyata kerikil dan pasir. Mereka pun sadar bahwa ayahnya telah memberi pelajaran berharga pada mereka.
Nasihat :Kita harus selalu menghormati orang tua bagaimana pun keadaannya. Miskin ataupun kaya, kita harus selalu menyayangi orang tua kita karena merekalah yang telah merawat dan membesarkan kita.
Suatu hari disuatu kandang ayam, ada dua ayam jantan yang sedang berkelahi. Mereka berkelahi dengan serius dan saling mematuk satu sama lain. Hingga akhirnya, salah satu dari mereka kalah dan mundur. Satunya lagi merasa sebagai pemenangnya dan sangat senang.
Untuk mengumumkan kemenangannya dan menunjukkan kehebatannya, ia terbang ke atas atap kandang dan meninggikan dadanya. Ia bersuara lantang dan berniat untuk mengumumkan kemenangannya, seekor Elang yang terbang di atas langit melihatnya.
Elang itu merasakan si Ayam pemenang sebagai sasaran yang empuk. Ia langsung turun dan dengan cepat menyambar tubuh si Ayam pemenang yang berdiri di atas atap. Ayam itu di bawanya menuju sarangnya untuk dijadikan santapan.
Sementara itu, si Ayam kalah melihat kejadian itu. Ia lalu terbang dan berdiri di atas atap dan mengumumkan kemenangannya. Ia menggantikan si Ayam pemenang yang sudah menjadi makanan si burung Elang.
Nasihat :Bersikaplah dengan rendah hati. Kesombongan hanya akan menimbulkan malapetaka yang mencelakai diri sendiri.
Dahulu, ada seekor Anjing yang nakal. Saking nakalnya, pemiliknya mengikat balok kayu yang besar di lehernya. Tujuannya adalah agar Anjing ini tidak pergi kemana-mana. Juga agar orang yang didekatinya dapat mengetahui keberadaannya saat ia mendekat. Namun, Anjing ini tetap saja nakal.
Walaupun sudah diikat dengan balok kayu yang besar, Anjing ini malah bangga.
Ia sering berjalan-jalan keluar dan menunjukkan balok kayunya sehingga dikenal banyak orang. Semua orang yang melihatnya tidak merasa senang kepada Anjing ini.
Suatu hari, si Anjing bertemu dengan seekor Anjing lainnya. Anjing itu lalu bertanya kepada si Anjing. “Kenapa kau malah bangga dan senang memperlihatkan dirimu yang diikat dengan balok kayu kepada orang lain? Seharunya kau berada di tempatmu dan tidak mengganggu orang lain. Tidak seharusnya kau bangga dengan balok kayumu itu.”
Anjingpun menyadari kesalahannya. Semenjak itu, dia berubah dan menjadi Anjing penurut.
Nasihat :Kita tidak seharusnya bangga akan kejahatan yang kita lakukan. Lebih baik terkenal karena kebaikan.
Suatu hari, ada suatu perayaan di hutan. Perayaan itu untuk merayakan terpilihnya Singa sebagai raja hutan. Monyet yang pandai menari di suruh maju oleh Singa.
Monyet segera meliuk-liukkan badannya dan menghibur semua hewan dengan tariannya yang indah. Semua orang memujinya. Unta merasa iri dan merasa bisa menirukan tarian Monyet.
Tanpa disuruh, Unta maju dan menirukan gaya menari Monyet.
Namun, tubuhnya yang besar dan kakinya yang panjang, membuatnya sulit menari. Bahkan, ia menabrak beberapa hewan disekitarnya. Ia junga hampir mengenai hidung Singa.
Semua hewan yang ada di sana merasa jengkel pada Unta. Mereka pun mengusir Unta dan membuangnya kepadang gurun.
Nasihat :Iri hati akan membuatmu kehilangan sahabat. Lakukanlah sesuatu sesuai kemampuanmu.
Bunga Bangkai hidup bersama bunga-bunga lainnya disebuah taman yang indah. Namun, karena berbau tidak sedap, bunga-bunga lain tidak ada yang mau dekat dengannya.
Mosi adalah sahabat dekat Bunga Bangkai. Ia adalah rumput liar yang tumbuh disekitar Bunga Bangkai. Ia yang selalu menemani Bunga Bangkai setiap harinya.
Suatu hari, Peri jahat turun dari langit dan memeriksa semua bunga. Ia ingin menghancurkan taman bunga. Ia tidak suka melihat bunga yang cantik dan harum. Maka, ia menebarkan sihir yang membuat semua bunga menjadi layu.
Karena Bunga Bangkai berada di sudut serta tidak cantik dan harum, Peri jahat tidak menyihirnya. Peri jahat bahkan tidak ingin mendekatinya karena baunya tidak sedap. Setelah menyihir, Peri Jahat kembali ke langit.
Sekarang, taman bunga sudah hancur. Selain Bunga Bangkai, semua bunga sudah layu. Bunga Bangkai merasa sangat sedih. Walau selama ini teman-temannya tidak pernah baik kepadanya, namun ia tetap menyayangi mereka. Ia pun berbicara kepada Mosi, rumput liar disekitarnya.
“Apa yang harus kita lakukan? Lihatlah, semua bunga menjadi layu dan mati. Ini karena ulah Peri Jahat,” ucap Bunga Bangkai. Ia benar-benar merasa sedih dan menyesal karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong temannya.
“Jangan bersedih, Bunga Bangkai. Mungkin itu adalah hukuman bagi mereka. Mengapa engkau memikirkan bunga-bunga yang tidak pernah mau menjadi temanmu itu? Bukankah seharusnya kau senang jika mereka layu dan mati? Tidak ada yang akan mencemooh dan menjelekkanmu lagi,” kata Mosi.
“Sungguh, baik sekali hatimu,” kata Mosi.
Disela pembicaraan mereka, Peri baik datang ke hadapan Bunga Bangkai. “Aku adalah Peri Baik. Hanya kau yang selamat dari sihirnya. Bunga Bangkai, kau memiliki hati yang baik dan ingin menolong teman-temanmu. Kau memiliki kekuatan dalam dirimu untuk melawan Peri Jahat. Kau bisa menghilangkan sihir Peri Jahat dengan menebarkan aroma khasmu keseluruh taman bunga ini. Dengan cara itulah, sihir dari Peri Jahat akan hilang.”
Peri Baik lalu terbang ke angkasa dan menghilang. Bunga Bangkai dan Mosi saling berpandangan. Lalu, Bunga Bangkai mengeluarkan bau tak sedap dari tubuhnya. Bau itu merebak keseluruh taman bunga. Ajaib, satu persatu bunga yang layu yang terkena sihir itu kembali mekar. Tak lama, taman bunga kembali seperti semula.
Para Bunga sangat berterima kasih kepada Bunga Bangkai. Mereka akhirnya menyadari perlakuan buruk mereka terhadap Bunga Bangkai. Sejak saat itu, semua orang memuji nama Bunga Bangkai.
Nasihat:Jangan pernah mencemooh orang lain. Karena bisa jadi orang lain yang kita cemooh itulah yang akan menyelamatkan hidup kita nanti. Hargailah pribadi satu sama lain.
Alkisah disuatu desa, ada seorang anak bernama Malawi. Ia adalah anak satu-satunya dikeluarganya. Ayahnya seorang nelayan. Malawi sangat suka makan, seolah tidak pernah kenyang. Suatu hari, sang Ibu memperingatkannya.
“Malawi, jangan kau makan ikan yang ada di atas meja. Itu untuk ayahmu.”
Malawi hanya mengangguk. Namun, setelah sang Ibu pergi, ia lalu memakan ikan tersebut. Sang Ayah sangat marah karena tidak ada makanan. Malawi telah menghabiskan semuanya.
Malawi meminta maaf dan mengatakan bahwa ia tidak bisa menahan laparnya tadi. Sang Ayah pun memaafkan Malawi. Kemudian, mereka menasihati Malawi agar tidak makan terlalu banyak lagi.
Seminggu setelah itu, sang Ayah mendapatkan seekor ikan mas yang besar saat memancing. Sang Ayah sangat senang dan berencana membawa ikan itu untuk dimasak. Namun, ikan itu bersuara. “Jangan bunuh aku. Aku adalah ikan jelmaan. Tolong kasihanilah aku.”
Ayah terkejut mendengar suara itu. “Siapakah kau?”
“Aku putri yang dikutuk menjadi ikan. Sebab, siapa pun yang memakanku akan menjadi ikan selamanya,” ucap ikan itu.
Ayah Malawi heran. “Tapi, aku harus membawamu ke rumah. Jika aku pulang tanpa ikan, istri dan anakku akan kecewa. Mereka belum makan sedari pagi.”
“Kau boleh membawaku. Aku juga tidak sanggup tinggal di sungai ini lagi. Air sungai ini sudah tercemar oleh pabrik limbah. Begini saja, setiap hari kau memancing, aku akan memberimu ikan yang banyak. Tapi, sebagai gantinya, pelihara aku di rumahmu,” jelas ikan itu.
Ayah Malawi setuju dengan itu. Tiba-tiba saja, embernya dipenuhi dengan ikan. Ayah Malawi sangat senang. Ia membawa ikan-ikan itu dengan gembira.
Sesampainya di rumah, sang Ayah menceritakan tentang perihal ikan mas ajaib itu kepada istrinya. Istrinya paham dan memberikan tempat spesial untuk meletakkan ikan mas ajaib itu. Ia mengganti airnya setiap hari. Malawi juga diperingatkan agar tidak mengganggu ikan mas ajaib itu. Sejak memelihara ikan mas ajaib itu, sang Ayah selalu mendapatkan ikan yang banyak.
Suatu hari saat sang ibu berbelanja, Malawi pergi ke dapur. Ia lapar dan membuka tudung nasi. Karena ibunya masih belanja, hanya ada sedikit makanan sisa semalam. Malawi yang rakus langsung menghabiskan semua makanan itu. Namun, tetap saja ia merasa lapar. Ia lalu tertarik melihat ikan mas besar yang berada di ember itu. Ia berniat memakannya.
Malawi mengambil ikan mas itu dan menggorengnya, lalu dimakan. Seketika itu, tubuh Malawi tiba-tiba dipenuhi dengan sisik ikan. Saat itu, sang Ibu datang dari pasar. Sang Ibu melihat seekor ikan besar menggeliat di lantai.
Sang Ibu segera memeriksa ikan mas dalam ember dan kosong. Setelah melihat sekeliling, ia melihat sisa tulang ikan di atas meja. “Tidaaaak!” teriaknya, lalu memeluk ikan mas di lantai.
Nasihat :Sikap rakus hanya akan mendatangkan keburukan. Dengarkanlah nasihat orang tua agar hidupmu bahagia.
Dahulu kala, ada seorang raja yang bijaksana memimpin disuatu kerajaan. Suatu hari, ada dua orang datang menghadap sang Raja. Mereka sedang bertengkar dan memperdebatkan sesuatu. Mereka menemui Raja untuk menemukan solusi yang mereka perdebatkan.
“Ada masalah apa kalian berdua?” tanya Raja.
“Dia telah mencuri buah manggaku,” ucap seorang diantara mereka, yang paling tua.
Mendengar itu, si Muda langsung ribut. “Aku tidak mengambil mangganya, Raja. Aku berani bersumpah!”
“Aku melihat dia mencuri mangga di depan rumahku tengah malam. Tatkala aku memergokinya, ia berhasil lari. Namun, aku mendapatkan salah satu sandalnya. Keesokan harinya, aku pergi mencari si pemilik sandal itu. Ternyata, sandal satunya itu ada di rumahnya. Berarti ia pelakunya!” kata si Tua sedikit emosi.
Si Muda langsung mengelak. “Sandal itu ada di halaman rumahku, namun bukan berarti aku pencurinya. Pencuri itu menjebakku dengan meletakkan sandalnya di depan rumahku agar kau menuduh aku sebagai pelakunya!”
“Aku tidak percaya padamu! Aku yakin kaulah pelakunya! Kau juga sering melakukan kejahatan. Kau terkenal sebagai pemuda yang kasar dan suka minum di kampung ini. Aku yakin bahwa kau jugalah yang mencuri buah manggaku!” balas si Tua.
“Aku mengerti permasalahan kalian. Sebelum aku memutuskan, aku ingin kau membawa sandal yang kau temukan itu padaku,” kata Raja.
“Aku membawanya, Raja!” kata si Tua, lalu mengeluarkan sandal itu dari dalam tasnya. Si Muda meliriknya dengan kesal.
“Pakailah sandal itu, Muda!” perintah Raja. Si Muda lalu memakainya. Alhasil, sandal itu tidak muat, terlalu kecil.
“Sekarang aku mengerti. Apakah kau benar-benar melihat siapa pencuri manggamu itu?” tanya Raja.
“Sebenarnya aku tidak melihat wajahnya, Raja. Wajahnya ditutupi dengan sarung.
“Aku mengerti. Kau sedang dalam emosi. Kau hanya melihat ia dari sisi buruknya. Aku berpendapat bahwa bukan dia yang mencuri manggamu. Namun, kuharap, ini menjadi pelajaran bagi kalian berdua. Jangan menuduh orang sembarangan. Dan kau juga si Muda, kau harus menjaga sikap dan perbuatanmu selama ini, kata si Raja.
“Kuharap kalian berdua bisa berbaikan kembali dan saling memaafkan,” lanjut Raja.
Si Muda dan si Tua pun menyadari kesalahannya masing-masing. Mereka saling bersalaman dan meminta maaf.
Nasihat :Berprasangka baiklah terhadap satu hal yang belum kamu ketahui kebenarannya. Bijaksanalah dalam membuat keputusan.
Semut sedang berjalan-jalan disekitar sumur. Tiba-tiba, angin kencang bertiup membuat semut terjatuh ke dalam sumur. Untung saja ada daun kering yang juga jatuh ke dalam sumur. Semut pun berdiri di atas daun kering itu.
Semut bingung bagaimana harus kembali ke atas. ia melihat atas, berharap datang pertolongan. Sembari berharap, ia juga berdoa kepada Tuhan. Tiba-tiba, seekor burung melintas di atas sumur. Ia pun segera menjerit sekeras mungkin.
“Tolong!” Tolong selamatkan aku dari sini!” teriak Semut.
Si Burung segera mendekati sumur.
“Kenapa kau bisa ada di dalam sana Semut?”
“Angin menerbangkan tubuhku ke dalam sumur. Aku ingin ke atas, namun tidak bisa menaiki sumur ini,” kata si Semut.
“Baiklah. Aku akan menolongmu,” kata si Burung. Burung pun terbang ke dalam sumur. “Naiklah ke punggungku. Aku akan membawamu terbang ke atas.”
“Baiklah,” jawab Semut. Semut pun dengan cepat menaiki punggung si Burung lalu terbang ke atas sumur.
“Terima kasih, Burung. Jika suatu hari nanti kau mengalami kesulitan, kuharap aku bisa membantu,” kata si Semut.
“Tentu saja. Terima kasih, Semut,” kata si Burung.
Nasihat :Berlombalah dalam berbuat kebaikan. Dunia akan indah jika dipenuhi dengan rasa saling menyayangi antar sesama.
Pada zaman dahulu, ada sebuah keluarga miskin yang tinggal dipinggir desa. Keluarga ini belum mempunyai anak. Di dalam hutan, ada raksasa yang dikenal bisa mengabulkan semua permintaan. Karena ingin mempunyai anak, mereka pun datang ketempat raksasa itu.
“Aku akan memberikan anak. Tapi, kalian harus menyerahkan anak itu kepadaku setelah usianya dua puluh tahun,” kata Raksasa.
“Baiklah, kami sanggup menerima syaratmu,” jawab si Ayah.
“Hohoho! Baguslah. Pulanglah kalian sekarang. Dalam perjalanan pulang, kalian akan melihat sebuah labu yang besar di tengah jalan. Ambillah labu itu. Bukalah labu itu di rumah. Kalian akan mendapatkan bayi,” ucap si Raksasa.
Raksasa benar, mereka menemukan sebuah labu kuning yang besar di tengah jalan.
Sesampai di rumah, mereka membelah labu dan mendapatkan seorang bayi laki-laki kecil. Mereka menamainya Pangeran Labu.
Pangeran Labu tumbuh menjadi pemuda yang kuat dan berani. Banyak orang suka kepadanya karena suka membantu orang lain. Tubuhnya tegap dan kekar.
Tidak terasa, usia sang Pangeran hampir mencapai dua puluh tahun. Besok adalah hari ulang tahunnya yang kedua puluh.
“Pangeran Labu, ada sesuatu yang harus kami bicarakan,” ucap si Ibu. “Kau harus tau, bahwa asal usulmu yang sebenarnya adalah berasal dari sebuah labu. Dulu, kami tidak bisa mempunyai anak. Jadi, kami pergi ke Raksasa dan meminta bantuannya. Ia memberikan labu yang berisi kamu di dalamnya. Namun, Raksasa menginginkan agar kami membawamu kepadanya saat usiamu dua puluh tahun.
“Tenanglah, Ayah, Ibu. Besok, aku akan pergi menyerahkan diri kepada Raksasa. Aku akan mengalahkannya, lalu kembali kepada kalian,” ucap Pangeran Labu tegas.
Keesokan harinya, ia pergi ke tempat si Raksasa. Setelah bertemu, ia berkata, “Sebelum kau menyantapku, hadapilah aku dulu!”
Raksasa tersinggung dengan ucapan Pangeran Labu. Ia langsung mengangkat tubuh Pangeran Labu ke atas. “Hohoho. Kau pemuda pemberani, namung sayang tak punya kekuatan yang melebihi kekuatanku!”
Pangeran Labu kesakitan karena cengkraman Raksasa. Ia berusaha mengambil pedang dari dalam sakunya dan melemparkannya ke Raksasa. Raksasa kesakitan terkena pedang sang Pangeran. Pangeran labu jatuh ke tanah.
Pangeran labu lalu berlari sekuat tenaga. Raksasa mengejarnya walau dengan penglihatan yang kabur karena matanya terluka. Namun, sang Pangeran terhenti karena berada di jalan buntu. Di depannya ada jurang yang sangat dalam.
Raksasa segera menyerang dengan membabi buta. Pangeran Labu dengan cepat menghindari serangan itu. Raksasa kehilangan keseimbangan tubuhnya. Raksasa itu jatuh ke jurang yang dalam.
Pangeran Labu akhirnya selamat dari si Raksasa. Ia merasa bersyukur dan kembali kepada kedua orang tuanya.
Nasihat :Jadilah anak yang pemberani dan tidak lari dari masalah. Percayalah pada kekuatan diri sendiri
Disuatu hutan terlarang, hiduplah peri-peri bersama keluarga dan saudaranya. Mereka semua bersayap indah. Namun, ada satu peri buruk rupa yang tidak mempunyai sayap. Karena itu, ia dipanggil sebagai Peri Tanpa Sayap.
Peri Tanpa Sayap cemburu pada peri lainnya karena mereka bisa terbang. Ia juga malu dengan ejekan dan julukan yang diberikan teman-temannya kepadanya. Suatu hari, ia pergi jalan-jalan keluar dari hutan larangan sendirian.
Sebenarnya, para peri dilarang untuk keluar dari hutan. Karena di luar hutan larangan adalah tempat tinggal raksasa dan kurcaci. Peri Tanpa Sayap abai terhadap larangan itu. Ia hanya ingin bertualang.
Peri Tanpa Sayap terus berjalan. Setelah beberapa lama, ia merasa lelah dan lapar. Ia melihat sebuah pohon ceri dan berusaha memanjatnya. Ia segera duduk di salah satu dahan sambil memakan buah ceri. Seekor burung datang mendekat.
‘’Hai, Peri. Kenapa kau berada diluar hutan larangan?’’ tanya burung itu.
“Aku bosan di hutan larangan. Mereka selalu mengejekku,’’ jawab Peri Tanpa Sayap.
“Berhati-hatilah, di sini berbahaya. Jangan sampai kau bertemu raksasa. Sebelum malam tiba, sebaiknya kau pulang.” Burung itu menasihati, lalu pergi.
“Tolong! Tolong aku!” tiba-tiba, terdengar teriakan. Peri Tanpa Sayap langsung melihat sekitar. Ternyata di bawah pohon ada kurcaci yang terluka. Kakinya berdarah.
“Apa yang terjadi denganmu?’’ tanya Peri Tanpa Sayap. Ia langsung turun dari pohon.
“Aku menginjak kayu runcing. Aku tidak kuat berjalan,’’ kata si kurcaci. Peri Tanpa Sayap lalu melihat dan mengobati luka itu.
”Terima kasih. Kenapa kau keluar dari hutan larangan?’’ tanya kurcaci.
“Aku tidak puya sayap. Aku malu berada disana,” ucap Peri tanpa sayap.
Tak berapa lama, terdengar suara tapak kaki yang menyeramkan. Seorang raksasa mendekat. “Seorang peri tanpa sayap dan seorang kurcaci disni. Apa yang kalian lakukan?”
“Apa yang membawamu datang, raksasa?” tanya Peri Tanpa Sayap.
“Aku lapar. Kupikir kalian berdua adalah santapan lezat untukku!” Raksasa itu tertawa.
“Lari, Peri. Lari!” Kurcaci langsung mendorong tubuh Peri Tanpa Sayap.
Tangan kanan raksasa tiba-tiba menjulur dan hampir saja mengenai Peri Tanpa Sayap. Kurcaci segera melompat dan menghalangi tangan raksasa. Alhasil, tubuh kurcaci terpelanting dan kesakitan. Melihat itu, Peri Tanpa Sayap marah. “Apa yang kau lakukan, hai Raksasa jahat? Aku akan menyihirmu menjadi batu!”
Tiba-tiba Raksasa menjadi kaku. Tubuhnya berubah menjadi batu.
“Peri, lihatlah, sayapmu telah keluar,” ucap Kurcaci. Peri Tanpa Sayap melihat belakang tubuhnya, sepasang sayap indah yang besar ada di punggungnya.
“Sayapku muncul!” ucap Peri Tanpa Sayap.
Setelah itu, Peri Tanpa Sayap pulang kembali ke hutan larangan. Semua peri terkesima dan kagum dengan sayapnya. Ia menceritakan pengalamannya di luar hutan larangan kepada teman-temannya. Sejak itu, tidak ada lagi yang berani mengejek Peri Tanpa Sayap.
Nasihat :Hargailah segala kelebihan dan kekurangan orang lain agar kamu juga dihargai oleh orang lain.
Pada musim salju yang dingin, seorang anak sedang berusaha menjual korek api miliknya. Namun, tak ada satu orang pun yang mau membeli. Ia terus menunggu selama berjam-jam di bawah salju yang terus turun. Ia merasa kedinginan dan merapatkan jaketnya. Ia melihat kesamping kiri dan kanan, berhadap akan ada seseorang yang mau membeli korek apinya.
“Beli korek api,” kata seorang Bapak.
Sang anak merasa sangat bahagia. “Berapa, Pak?”
“Semua,” jawab Bapak itu. Semua barang dagangannya dibeli oleh Bapak baik hati itu.
“Terima kasih, Pak,” ucap si Anak.
Setelah menerima uang, si Anak pergi ke Rumah makan terdekat. Ia membeli satu bungkus nasi dan pergi ke pinggir bangunan diseberang jalan. Ia bisa makan disana. Saat membuka bungkus nasi, datanglah seorang kakek tua. Kakek itu tampak kelaparan.
“Kakek lapar?” tanya si Anak.
“Iya, nak. Seharian ini belum makan,” jawab Kakek tua itu.
“Makan ini saja, Kek,” ucap si Anak dengan ikhlas, lalu menyodorkan nasi bungkus.
“Betapa baik hatimu. Sungguh mulia perbuatanmu. Kau benar-benar memikirkan orang lain lebih daripada dirimu. Kakek berterima kasih padamu,” ucap si Kakek, lalu makan nasi pemberian si Anak.
Si anak tersenyum, lalu beranjak ke warung terdekat untuk membeli roti. Sekembalinya dari warung, ia tidak menemukan si Kakek lagi. Ia memanggil-manggil kakek tua itu, tapi tidak mendapatkan jawaban. Akhirnya, ia duduk termenung sendiri ditempat kakek itu makan sebelumnya. Ia menemukan sebuah bingkisan berwarna ungu disudut tembok. Ada sebuah tulisan disana. “Bukalah. Ini kado Kakek untukmu.”
Sang anak segera membuka bingkisan ungu itu. Ia terkejut ketika melihat isi bungkusan itu adalah setumpuk uang dan sebuah surat. Sang anak segera membaca isi surat itu.
“Terima kasih atas kebaikan hatimu. Kau adalah anak yang baik. Hanya ini yang bisa kakek berikan untukmu. Gunakan uang itu sebaik-baiknya. Kakek percaya padamu, suatu hari kau pasti akan menjadi orang sukses.”
Nasihat :Alangkah baiknya jika kita tidak selalu memikirkan diri sendiri. Akan menjadi indah jika kita saling berbagi kepada orang lain dengan hati yang bersih.
Ada seorang jutawan yang memiliki kebun anggur luas. Seseorang bernama Mahesa bekerja sebagai penjaga kebun disana sejak lama. Orang kaya ini sangat mempercayai Mahesa.
Suatu hari, pemilik kebun ini memanggil Mahesa. Ia menyuruh Mahesa untuk mengambilkan satu kilo anggur yang manis untuknya. Mahesa segera masuk ke kebun anggur dan memetik beberapa anggur yang terlihat besar. Ia pun dengan cepat kembali dan memberikan anggur pesanan si Jutawan.
“Terima kasih, kata si Jutawan. Namun, betapa terkejutnya ia ketika memakan anggur itu. Anggur itu rasanya sepat dan asam. “Anggur apa ini? Apa kau ingin mengerjaiku?”
“Maafkan saya, Tuan. Saya benar-benar tidak bermaksud mengerjai, Tuan. Tapi sebenarnya, saya hanya tidak tahu mana anggur yang manis dan mana anggur yang sepat,” jawab Mahesa.
“Apa? Lima tahun kau bekerja, tapi tidak tahu cara membedakan anggur yang manis dan yang asam?” kata si Jutawan semakin marah.
“Maafkan saya sekali lagi, Tuan. Saya memang benar-benar tidak bisa membedakannya karena tidak pernah memakannya,” jawab Mahesa.
“Kamu tidak pernah memakan buah anggur di kebun ini?” tanya si Jutawan.
“Saya tidak pernah sekalipun memakan buah anggur dari kebun anggur ini. Itu bukan hak saya. Saya tidak pernah berani untuk mencobanya,” jawab Mahesa.
Mendengar itu, si Jutawan kagum. Amarahnya reda seketika. Ia menyesal telah membentak Mahesa tadi. “Aku minta maaf telah membentakmu. Kamu laki-laki yang sangat jujur.
Aku ingin memberikan penawaran kepadamu. Sebenarnya, aku memiliki seorang putri seusiamu. Jika bersedia, aku ingin menjodohkan anakku dengan kamu.”
“Tentu saja saya mau, Tuan.” Jawab Mahesa.
Kebaikan dan kejujuran Mahesa membawanya pada sebuah takdir yang berujung dengan indah. Tidak hanya kebun anggur yang menjadi miliknya. Tapi juga putrinya dan semua kekayaan si Jutawan itu jatuh ke tangannya. Namun begitu, Mahesa tidak pernah sombong. Ia masih terus menjaga amanah dan kejujurannya.
Nasihat :
Kita diajarkan untuk selalu berkata dan bersikap jujur. Kejujuran akan membuat orang senang kepada kita dan membawa berkah dalam hidup kita.
Suatu hari, Harimau berjalan-jalan di hutan. Ia melihat Ular sedang membelit tikus. Lilitan tubuh Ular sangat kuat, membuat Tikus tidak bisa melepaskan diri.
Harimau yang kuat, tolonglah aku. Bantulah aku untuk lepas dari lilitan Ular,” kata si Tikus.
“Bukankah hukum alam mengatakan jika yang kuat akan menang? Ular telah berhasil menangkapmu. Dia pastinya akan memakanmu,” jawab Harimau.
“Jika mau membantuku, suatu hari nanti aku akan membantumu. Apa pun kesulitan yang kau dapatkan, aku akan membantu. Keluargaku sedang menungguku di rumah. Jika aku mati, mereka pasti akan sangat sedih,” kata si Tikus. Mendengar itu, harimau itu, Harimau merasa iba.
Harimau lalu mendekati Ular. Ia meminta Ular agar melepaskan lilitannya pada Tikus. Karena takut, Ular melepaskan lilitannya. Tikus sangat lega dan berterima kasih sebanyak-banyaknya kepada Harimau. Setelah itu, si Tikus pulan dan menceritakan kebaikan si Harimau pada keluarganya.
Suatu hari, Harimau berjalan-jalan di tengah hutan. Namun, ia sangat terkejut ketika tiba-tiba saja kakinya terjegal sesuatu. Lalu, dari atas pohon, sebuah jala jatuh tepat di atas tubuhnya. Ia terjerat dalam perangkap pemburu hewan.
Harimau mencoba melepaskan diri, namun jala itu sangat kuat. Ia lalu berteriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan. Tikus yang kebetulan berada di dekat tempat kejadian, mendengar suara Harimau.
Dengan sigap, Tikus berlari ke arah Harimau yang terjebak. Alangkah kagetnya ia ketika melihat tubuh Harimau terikat di atas pohon. Ia langsung mendekat dan berbicara kepada Harimau. “Apa yang terjadi kepadamu?”
“Aku terjebak dalam jala ini. Aku tidak bisa lepas. Tolonglah aku,” kata Harimau.
“Tidak usah khawatir. Aku pasti akan melepaskanmu dari sana,” jawab Tikus.
Lalu, tikus berlari dengan cepat menuju rumahnya. Ia memanggil semua anggota keluarganya, juga teman-temannya. Mereka datang bergerombol ke tempat Harimau. Mereka lalu menaiki jala itu dan menggigit hingga tali-talinya lepas.
Gigi Tikus yang kuat dapat merobek dan memutuskan tali yang menjerat tubuh Harimau. Harimau pun bebas dan bisa keluar dari jebakan itu. Harimau sangat bersyukur dan mengucapkan banyak terima kasih kepada para Tikus yang membantunya.
Nasihat :
Alangkah baiknya jika kita menolong orang lain. Karena suatu saat nanti, bisa jadi orang yang pernah kita tolonglah yang akan menolongmu.
Suatu sore, Kancil jalan-jalan santai disebuah danau. Ia melihat pemandangan danau yang indah. Namun, tiba-tiba Buaya memegang kakinya. Ia terkejut dan langsung melihat ke arah Buaya. “Kena kau, Kancil! Sekarang aku mendapatkanmu. Aku tidak sabar ingin memakan dagingmu yang empuk dan lembut,” kata Buaya senang. Kancil merasa ketakutan, namun berusaha untuk tenang dan berpikir cara melepaskan diri dari si Buaya. “Wah, wah, kau terlihat sangat lapar, Buaya. Tubuhku yang kecil tidak akan cukup untuk dibagi-bagi bersama kawanmu. Bagaimana kalau aku menghitung jumlah kalian dulu? Agar aku bisa membagi dagingku dengan adil nanti. Dengan begitu, tidak akan ada perkelahian diantara kalian,” kata si Kancil. Si Buaya terlihat berpikir. “Idemu bagus, Kancil. Tapi, bagaimana kau menghitung kami?” “Nah, sekarang, kalian berbaris rapi. Aku akan melompat tubuh kalian dan menghitung satu per satu. Dengan begitu, kita dapat menghitung jumlah kalian,” kata Kancil. “Baiklah, Kancil. Tapi, jangan sekali-kali kamu menipu kami lagi. Aku tidak sabar ingin memakanmu!” kata Buaya dengan mata yang melotot. “Iya, Buaya. Bagaimana aku bisa kabur darimu sekarang? Berbarislah yang rapi,” kata kancil. Ia tersenyum melihat para buaya dengan sigap dan patuh berbaris rapi di depannya. “Baiklah, aku mulai menghitung, ya!” kata Kancil. “Iya, Kancil. Cepatlah hitung kami!” jawab Buaya. “Baiklah,” kata kancil, lalu melompati tubuh para buaya satu per satu. Namun, setelah melompati tubuh buaya yang terakhir, Kancil melompat keseberang. Ia lalu berlari cepat dan meninggalkan buaya-buaya kelaparan itu. “Kancil, kemana kau!” Jangan lari!” Terdengar suara keras Buaya. Namun, Kancil terus berlari meninggalkan buaya-buaya itu.
Nasihat : Jadilah cerdik dan pintar dalam menghadapi kesulitan. Bersikap beranilah dalam menghadapi tantangan hidup.
Mary adalah seorang remaja yang tidak cantik. Tidak seperti teman-temannya yang kaya, Mary hanyalah anak seorang petani miskin. Ia tidak pernah memiliki baju bagus. Tidak ada yang mau berteman dengannya.
Mary merasa hidupnya tidak berarti. Ia sering menangis saat pulang sekolah. Saat itu, sang Ibu akan memeluk dan berusaha menenangkan Mary.
Suatu hari, Mary tidak tahan dengan ulah jahil teman-temannya. Ia berlari meninggalkan kelas sambil menangis. Ia berlari kesebuah taman di depan laboratorium bahasa. Disana, ada sebuah pohon rindang dan air mancur kecil.
“Sudahlah, jangan menangis lagi...”
Sebuah suara lembut terdengar. Mary terkejut dan melihat sekeliling. Ada peri kecil terbang di depannya.
“Siapa kamu?” tanya Mary.
“Aku adalah peri pelindungmu. Apa yang kamu inginkan? Katakan kepadaku. Aku akan mengabulkan tiga permintaanmu,” ucap peri itu.
Mary langsung menyeka air matanya dan merasa bersemangat. “Aku ingin menjadi kaya. Aku ingin menjadi pintar. Dan aku ingin menjadi cantik.
“Baiklah. Akan aku kabulkan. Tapi, ingat pesanku, setelah mendapatkan semuanya, kamu tidak boleh sombong dan selalulah rendah hati. Semua sihirnya akan lenyap jika kamu mencaci orang lain,” ucap si Peri.
“Iya. Aku berjanji,” ucap Mary. Peri pelindung segera mengayunkan tongkatnya. Mary langsung berubah menjadi seorang perempuan yang cantik, pintar dan semua baju yang melekat di tubuhnya menjadi baru.
“Nanti saat pulang, kamu akan terkejut melihat rumahmu dan orang tuamu sudah kaya,” kata Peri pelindung.
“Terima kasih, Ibu Peri,” kata Mary bersemangat lalu segera pulang. Ia mendapati rumahnya menjadi besar dan indah.
Kini, Mary tidak pernah mendapat cemoohan dari temannya lagi. Ia mendapatkan teman yang sangat banyak. Namun, dengan semua kelebihan yang dimilikinya, ia perlahan berubah menjadi anak yang sombong. Ia tidak mau lagi berteman dengan orang-orang tidak mampu.
Suatu hari, Lolo gendut, teman Mary, tanpa sengaja menjatuhkan makanannya dan mengenai baju Mary. Mary langsung marah dan kesal. Dengan sombongnya, ia menghardik Lolo. “Lihat, bajuku kotor gara-gara makanan kamu! Sekarang lap bajuku!”
Seketika itu juga, Mary berubah. Ia kembali menjadi Mary yang dulu. Pakaiannya, wajahnya, bahkan semua uangnya hilang. Mary segera sadar akan kesalahannya. Ia menangis, memanggil-manggil Peri pelindung. Namun, Peri pelindung tidak pernah datang lagi kepadanya.
Nasihat :Kita tidak boleh terlena dengan apa yang diberikan kepada kita. Bersikaplah rendah hati dengan apa yang kamu miliki.
Pada zaman dahulu, ada sebuah istana yang berdiri kokoh. Istana ini dipimpin oleh seorang Raja bernama Sulaiman. Ia memiliki seorang anak yang gagah dan tampan bernama Pangeran Laru. Sang Raja sangat menyayangi Pangeran Laru. Ia selalu memberikan apa yang diminta oleh Pangeran Laru. Suatu hari, Pangeran Laru meminta kepada Raja untuk diberikan emas dan kekayaan. Ia juga ingin menjadi Raja. Namun, karena usia sang Pangeran masih tujuh belas tahun, sang Raja menolah permintaan tersebut. Ia berjanji akan memberikan semua harta dan tahta saat Pangeran laru berusia dua puluh. Tahun berganti dengan cepat. Usia Pangeran Laru pun sudah dua puluh. Raja sangat senang dan menepati janjinya. Kini, Pangeran Laru pun resmi diangkat menjadi Raja. Sebelum Pangeran memimpin, ada satu hal yang dikatakan Raja Sulaiman. “Ada satu pantangan yang tidak boleh kau langgar. Janganlah kamu memakai cincin yang terletak di atas mejaku. Jika kau langgar, kau akan menerima akibatnya,” kata Raja Sulaiman. Tiga bulan setelah Pangeran Laru memimpin, kerajaan mengalami kemunduran. Pangeran Laru kurang tegas dalam memimpin. Ia juga sering menghabiskan uang hanya untuk membeli barang-barang mahal yang tidak berguna. Ayahnya selalu menasihatinya, tapi selalu diabaikan. Suatu malam, Pangeran Laru tak bisa tidur. Ia keluar dari kamar dan berjalan-jalan disekeliling istana. Ia lalu berhenti ketika melihat ada sinar yang sangat terang berasal dari meja ayahnya. Karena penasaran, ia membuka pintu ruangan ayahnya dan masuk ke ruangan. Tidak ada orang disana. Betapa kagumnya ia ketika melihat sebuah cincin di atas meja bersinar dengan terangnya. Cincin itu berwarna emas kekuningan dan ada permata di tengahnya. “Benar-benar mengagumkan. Begitu cantik. Aku ingin memakainya. Kenapa Ayah selama ini menyembunyikannya dariku?” ucap Pangeran Laru. Dengan penuh semangat, sangan Pangeran memasukkan cincin itu ke jari manisnya. Namun, tiba-tiba sesuatu yang aneh terjadi. Tubuh Pangeran Laru menyusut dan kulitnya tiba-tiba dipenuhi dengan sisik ular berwarna keemasan. Ia berubah menjadi seekor ular yang dipenuhi dengan sisik emas. Pangeran Laru menangis dan menyesali perbuatannya.
Nasihat : Dengarlah nasihat dan perkataan orang tua baik-baik. Kita harus menepati janji yang telah diucapkan.
Sebuah kampung dengan tanah yang subur dihuni oleh ratusan keluarga. Namun, suatu hari kemarau panjang melanda. Sawah-sawah gagal panen karena tidak ada air untuk irigasi. Kebun-kebun juga tidak menghasilkan buah. Para penduduk sangat resah.
Di pinggiran kampung, ada suatu sumur yang letaknya di belakang rumah seorang nenek. Si nenek hidup bersama cucu laki-lakinya. Sumur nenek ini airnya sangat sedikit. Saat itu, cucunya sedang sakit karena kurang minum. Si nenek pun menimba air sedikit demi sedikit untuk diberikan kepada cucunya.
Lama-kelamaan tubuh si Nenek melemah. Untungnya, si cucu mulai membaik. Sekarang, gantian sang Cucu yang merawar si Nenek. Si Cucu merawat sang Nenek dengan penuh kasih sayang.
Suatu hari, datanglah peri cantik bersayap biru. Mereka terkejut.
“Saya ingin memberikan ini,” kata si Peri sambil menyodorkan botol kecil berisi air. “Tuangkan semua airnya ke dalam sumur kalian.”
Sesuai perintah si Peri, sang Cucu menuangkan isi botol ke dalam sumur. Tiba-tiba, sumur yang kering itu penuh dengan air. Ia bersorak gembira dan bersyukur kepada Tuhan. Tak lupa, mereka membagi-bagikan air sumur itu kepada semua orang. Sebanyak apapun diambil, sumur itu tak pernah kering.
Nasihat :Kita harus saling menyayangi satu sama lain. Ingatlah berbagi saat kamu memiliki lebih. Saling berbagi itu indah.
Disuatu hutan lebat, tinggallah segerombolan peri penjaga hutan. Suatu hari, ada pembangunan proyek yang dilakukan oleh manusia. Banyak pohon hutan yang ditebang. Para peri penjaga hutan marah. Para peri segera berkumpul dan mengadakan musyawarah.
“Kita tidak bisa membiarkan manusia menebang pohon-pohon di hutan ini lagi!” Peri hijau berbicara. Ia membangkitkan semangat peri-peri lainnya. Ia adalah pemimpin peri penjaga hutan.
“Setuju! Tapi, apa yang harus kita lakukan?” tanya salah satu peri.
“Kita harus memikirkan cara untuk membuat manusia sadar akan kelakuan buruk mereka. Kita harus membuat mereka jera untuk tidak mau menebang pohon lagi di hutan,” jawab Peri Hijau.
“Aku punya ide!” Peri kuning tunjuk tangan. Semua melihat kepadanya.
“Apa?” tanya para peri.
“Pertama, kita peringatkan manusia untuk tidak menebang pohon lagi di hutan ini. Jika tidak mau, kita buat banjir berkepanjangan di desa. Agar mereka tahu apa dampak dari penebangn pohon yang mereka lakukan,” jelas Peri Kuning.
“Setuju!” semua peri setuju. Setelahnya, mereka menemui orang yang menyuruh penebangan hutan.
“Ada apa kalian datang, para peri?” sambut pimpinan proyek penebangan. Perutnya besar dan matanya merah menakutkan. Para peri tidak suka melihatnya.
“Kami keberatan atas tindakan penggundulan hutan yang kalian lakukan. Kami perintahkan untuk menghentikannya. Jika tidak, akan terjadi sebuah bencana besar di desa,” ucap salah satu peri.
“Hahaha. Tidak bisa. Kami telah menguasai hutan ini. Kalian tidak bisa melarang kamu untuk berhenti. Masih banyak pohon yang tersisa di hutan ini. Jadi, tidak akan terjadi bencana. Desa kami adalah desa yang makmur dan subur, “ kata pimpinan itu tidak percaya.
“Tidakkah kamu paham bahwa tindakanmu ini bisa membuat banjir besar? Tanah tidak akan bisa menahan air hujan. Jika banjir terjadi, tempat tinggal kalian akan hilang!” jawab para peri. Namun, nasihat itu sama sekali tidak didengar.
Saat itu juga, para peri penjaga hutan mengeluarkan kekuatannya. Sebuah getaran mengguncang terjadi, hingga para penebang hutan berhenti bekerja. Suara petir keras menggelegar, kilat menyambar dimana-mana. Hujan tiba-tiba datang dengan sangat deras hingga tujuh hari tujuh malam. Desa itu mengalami kebanjiran yang sangat hebat.
Nasihat :Kita harus menjaga alam dengan baik. Sebab, alam adalah tempat tinggal kita semua. Lestarikan alam agar kita bisa mewariskan dunia yang nyaman kepada anak cucu kita nanti.
Disuatu gubuk kecil di tengah hutan, hiduplah seorang putri yang memiliki wajah sangat buruk. Wajahnya dipenuhi bintik-bintik merah besar dan hidungnya lebar. Matanya besar dan rambutnya gimbal. Ia tinggal seorang diri karena kedua orang tuanya sudah meninggal. Untuk menghabiskan waktu, ia sering bermain dengan para tikus, kelinci, rubah, dan hewan kecil lainnya.
Sang Putri sebenarnya ingin pergi ke desa. Namun, saat warga desa melihatnya, mereka selalu mengusirnya. Mereka bilang ia adalah putri yang terkena kutukan dan harus menjauh dari desa. Jika tidak, penduduk desa akan terkena kutukan juga.
Sautu hari, seorang pangeran berburu ke hutan. Ia mendapat perintah dari ayahnya untuk berburu seekor rusa karena akan ada pesta kerajaan. Pangeran pun masuk ke hutan bersama dua pengawalnya. Sebentar saja, mereka mendapatkan rusa yang mereka inginkan. Seekor rusa bertubuh gemuk dibidik oleh panah sang Pangeran. Panah itu melesat dan mengenai kaki rusa. Rusa itu kesakitan dan segera berlari jauh ke dalam hutan. Pangeran dan dua pengawalnya mengejar.
Rusa itu lari ketempat si Putri. Ia langsung mengadu kepada si Putri perihal yang terjadi. Si Putri segera mengobati lukanya. Setelahnya, rusa itu berlindung di balik tubuh sang Putri. Tak lama, rombongan sang Pangeran sampai. Mereka sangat terkejut ketika melihat wajah sang Putri.
Kedua pengawal sang Pangeran langsung mengeluarkan pedangnya. Namun, si Pangeran malah menatap sang Putri. Sang Pangeran menemukan sebuah hati yang penuh kasih sayang dan kelembutan pada diri sang Putri. “Siapakah kau? Kenapa tinggal disini?”
“Orang-orang memanggilku Putri Buruk Rupa. Aku tinggal disini karena tidak ada yang menerima kehadiranku di desa. Rusa yang kalian lukai ini adalah temanku. Aku mohon kepada kalian agar melepaskannya,” pinta sang Putri.
“Baiklah. Aku akan melepaskannya. Namun, aku punya permintaan sebagai gantinya. Kau harus ikut bersama kami ke istana,” ucap sang Pangeran. Sang Putri terkejut denga permintaan tersebut.
“Tapi...
“Jika tidak mau, rusa ini yang akan kami bawa.”
Sang Putri pun mau tidak mau setuju.
Sang Pangeran segera membawa sang Putri ke istana serta memperkenalkannya kepada ibu dan ayahnya. Raja dan Ratu sangat terkejut melihat penampilan sang Putri. Namun, mereka adalah raja dan ratu yang sangat rendah hati. Karena dibawa oleh sang Pangeran, mereka mau menerima kehadiran sang Putri.
“Kenapa kau tidak merasa jijik padaku?” tanya sang Putri.
“Aku tidak melihat rupamu. Aku melihat kebaikan hatimu,” jawab sang Pangeran.
“Terima kasih, Pangeran.”
Tanpa sang Putri sadari, wajahnya tiba-tiba berubah. Bintik-bintik merah di wajahnya hilang. Ia berubah menjadi seorang putri yang sangat cantik. Lalu, seorang peri datag di tengah mereka.
“Kau sudah menjalani cobaan dan berhasil kau lalui dengan baik. Kini, kau akan berubah selamanya menjadi Putri yang cantik seperti ini.” Setelahnya, peri itu menghilang.
Nasihat :Kita tidak boleh menilai seseorang dari tampilan fisiknya. Alangkah baiknya jika kita melihat seseorang dari kebaikan hatinya.