Pada suatu ketika Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat istiadat orang jawa seperti selamatan, bersaji dll tidak langsung ditentang, sebab orang jawa akan lari menjauhi ulama jika ditentang secara keras. Adat istiadat itu diusulkan agar diberi warna atau unsur Islam.
Apakah adat istiadat lama itu nantinya tidak mengkhawatirkan bila dianggap ajaran Islam? Padahal yang demikian itu tidak ada dalam ajaran Islam. Apakah hal ini tidak akan menjadikan bid’ah?
Pendukung Sunan Kalijaga ada lima orang, sedang pendukung Sunan Ampel hanya dua orang yaitu Sunan Giri dan Sunan Drajad, maka usulan Sunan Kalijaga diterima. Adat istiadat jawa yang diwarnai Islam itu antara lain selamatan mitoni, selamatan mengirim doa untuk orang mati (biasanya disebut tahlilan) dan lain-lain yang secara hakiki tidak bertentangan dengan aqidah Islam.
Pada suatu ketika para wali berkumpul setelah empat puluh hari meninggalnya Sunan Ampel. Sunan Kalijaga tiba-tiba membakar kemenyan. Para wali yang lain menganggap tindakan Sunan Kalijaga berlebihan karena membakar kemenyan adalah kebiasaan orang jawa yang tidak Islami.
Sunan Kudus berkata: membakar kemenyan ini biasanya dilakukan orang jawa untuk memanggil arwah orang mati. Ini tidak ada dalam ajaran Islam.
Sunan Kalijaga berkata: Kita ini hendak mengajak orang jawa masuk Islam, hendaknya kita dapat mengadakan pendekatan pada mereka. Kita membakar kemenyan bukan untuk memanggil awrah orang mati, melainkan sekedar mengharumkan ruangan, karena orang-orang jawa ini kebanyakan hanya mengenal kemenyan sebagai pengharum, bukan wangi-wangian lainnya. Bukankah wangi-wangian itu disunnahkan Nabi?
Tapi tidak harus membakar kemenyan kata Sunan Kudus.
Adakah didalam hadist disebutkan larangan membakar kemenyan sebagai pengharum ruangan? Tukas Sunan Kalijaga.
Wali lainnya hanya diam saja. Sementara Sunan Kudus yang sebenarnya lebih condong berpihak kepada Sunan Kalijaga kali ini entah mengapa merasa risih atas tindak-tanduk Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga memang suka yang aneh-aneh, ujar Sunan Kudus. Tapi janganlah Sunan Kalijaga merendahkan martabat sebagai wali dengan memakai pakaian seperti itu.
Sunan Kalijaga memang lebih sering memakai pakaian seperti rakyat biasa. Celana panjang warna hitam atau biru dan baju dengan warna serupa, ikat kepalanya hanya berupa udeng atau destar.
Sunan Kalijaga menjawab, dihadapan Allah tidak ada yang istimewa. Hanya kadar taqwa yang jadi ukuran derajat seseorang bukan pakaiannya. Lagi pula ajaran Islam hanya menyebutkan kewajiban setiap umat menutup aurat. Tidak disebutkan harus memakai jubah atau sarung. Justru dengan pakaian seperti ini saya dapat bergaul dengan rakyat jelata dan dengan mudah saya dapat memberikan ajaran Islam kepada mereka.
Kembali para wali membenarkan pendapat Sunan Kalijaga.
Selanjutnya Sunan Kalijaga juga mengusulkan agar kesenian rakyat seperti gending, tembang dan wayang dapat diterima oleh para wali sebagai media dakwah. Usul ini oleh para wali akhirnya disetujui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar